BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hakikatnya,
semua mahluk diciptakan berpasangan. Pada manusia misalnya, ada laki-laki dan
perempuan. Keduanya diciptakan dalam derajat, harkat, dan martabat yang sama.
Kalaupun memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda, itu semua agar keduanya
saling melengkapi. Namun dalam perjalanan kehidupan manusia, banyak terjadi
perubahan peran dan status atas keduanya, terutama dalam masyarakat. Proses tersebut
lama kelamaan menjadi kebiasaan dan membudaya. Dan berdampak pada terciptanya perlakuan
diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin. Karena itu, masalah stereotip,
subordinasi, marjinalisasi, beban ganda, dan kekerasan (terutama terhadap
perempuan) seperti pelecehan seksual dan perdagangan perempuan (trafficking)
telah berlangsung lama. Sama lamanya dengan perjalanan sejarah peradaban
manusia.
B.
Rumusan
Masalah
Menjelas tentang konsep gender dan
diskriminasi gender.
C.
Tujuan
Tujuan disusun makalah ini adalah agar mahasiswa
mampu memahami tentang konsep gender dan diskriminasi gender yang terjadi dalam
kehidupan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teori
Gender
Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan
tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi
sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Membahas permasalahan gender berarti membahas permasalahan perempuan dan
juga laki – laki dalam kehidupan masyarakat. Dalam pembahasan mengenai gender,
termasuk kesetaraan dan keadilan gender dikenal adanya 2 aliran atau teori
yaitu teori nurture dan teori nature. Namun demikian dapat pula dikembangkan
satu konsep teori yang diilhami dari dua konsep teori tersebut yang merupakan
kompromistis atau keseimbangan yang disebut dengan teori equilibrium.
1.
Teori
Nurture
Menurut teori
nurture adanya perbedaan perempuan dan laki – laki adalah hasil konstruksi
sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu
membuat perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya
dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi
sosial menempatkan perempuan dan laki – laki dalam perbedaan kelas. Laki – laki
diidentikkan dengan kelas borjuis, dan perempuan sebagai kelas proletar.
2.
Teori
Nature
Menurut teori
nature adanya pembedaan laki – laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga harus
diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi bahwa
diantara kedua jenis kelamin tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda.
Ada peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena
memang bebeda secara kodrat alamiahnya.
Dalam proses
perkembangannya, disadari bahwa ada beberapa kelemahan konsep nurture yang
dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga
maupun bermasyarakat, yaitu terjadi ketidak-adilan gender, maka beralih ke
teori nature. Agregat ketidak-adilan gender dalam berbagai kehidupan lebih
banyak dialami oleh perempuan, namun ketidak-adilan gender ini berdampak pula
terhadap laki – laki.
3.
Teori
Equilibrium
Disamping
kedua aliran tersebut terdapat kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan
(equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam
hubungan antara perempuan dengan laki – laki. Pandangan ini tidak
mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki – laki, karena keduanya harus
bekerja sama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam
setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan
peran perempuan dan laki – laki secara seimbang. Hubungan diantara kedua elemen
tersebut bukan saling bertentangan tetapi hubungan komplementer guna saling
melengkapi satu sama lain. R.H. Tawney menyebutkan bahwa keragaman peran apakah
karena faktor biologis, etnis, aspirasi, minat, pilihan, atau budaya pada
hakikatnya adalah realita kehidupan manusia.
Hubungan laki
– laki dan perempuan bukan dilandasi konflik dikotomis, bukan pula struktural
fungsional, tetapi lebih dilandasi kebutuhan kebersamaan guna membangun kemitraan
yang hamonis, karena setiap pihak memiliki kelebihan sekaligus kelemahan yang
perlu diisi dan dilengkapi pihak lain dalam kerjasama yang setara.
B.
Konsep
Gender
Istilah gender diketengahkan oleh
para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki – laki
yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan tuntutan
budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan.
Pembedaan itu sangat penting, karena
selama ini kita sering kali mencampur-adukkan ciri – ciri manusia yang bersifat
kodrati dan tidak berubah dengan ciri – ciri manusia yang bersifat non kodrat
(gender) yang sebenarnya bisa berubah – ubah atau diubah.
Pembedaan peran gender ini sangat
membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini
dianggap telah melekat pada perempuan dan laki- laki. Perbedaan gender dikenal
sebagai sesuatu yang tidak tetap, tidak permanen, memudahkan kita untuk
membangun gambaran tentang realitas relasi perempuan dan laki-laki yang dinamis
yang lebih tepat dan cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Di lain pihak, alat analisis sosial
yang telah ada seperti analisis kelas, analisis diskursus (discourse
analysis) dan analisis kebudayaan yang selama ini digunakan untuk memahami
realitas sosial tidak dapat menangkap realitas adanya relasi kekuasaan yang
didasarkan pada relasi gender dan sangat berpotensi menumbuhkan penindasan.
Dengan begitu analisis gender sebenarnya menggenapi sekaligus mengkoreksi alat
analisis sosial yang ada yang dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi
sosial lelaki dan perempuan serta akibat – akibat yang ditimbulkannya.
Jadi jelaslah mengapa gender perlu
dipersoalkan. Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan
peran perempuan dan laki- laki dalam masyarakat. Secara umum adanya gender
telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang
tempat dimana manusia beraktifitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender itu
melekat pada cara pandang masyarakat, sehingga masyarakat sering lupa seakan –
akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan
abadinya ciri – ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki – laki.
Secara sederhana perbedaan gender
telah melahirkan pembedaan peran. Sifat dan fungsi yang berpola sebagai
berikut:
1.
Konstruksi
biologis dari ciri primer, skunder, maskulin, feminim.
2.
Konstruksi
sosial dari peran citra baku (stereotype).
3.
Konsruksi
agama dari keyakinan kitab suci agama.
Anggapan bahwa sikap perempuan
feminim dan laki – laki maskulin bukanlah sesuatu yang mutlak, semutlak
kepemilikan manusia atas jenis kelamin biologisnya.
Dengan demikian gender adalah
perbedaan peran laki – laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan
dikonstruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan
zaman. Untuk memahami konsep gender, harus dibedakan antara kata gender dengan
kata sex.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin
yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada masing – masing
jenis kelamin, laki – laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan
kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan universal.
C.
Diskriminasi
Gender
Diskriminasi gender merupakan kondisi
tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial dimana baik perempuan maupun
laki – laki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan
kedudukan antara perempuan dan laki – laki baik secara langsung yang berupa
perlakuan maupun sikap dan yang tidak langsung berupa dampak suatu peraturan
perundang – undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidak-adilan
yang berakar dalam sejarah, adat, norma, ataupun dalam berbagai struktur yang
ada dalam masyarakat.
Ketidak-adilan gender terjadi karena
adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia
dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga
dialami oleh laki – laki. Meskipun secara agregat ketidak-adilan gender dalam
berbagai kehidupan ini lebih banyak dialami oleh perempuan, namun hal itu
berdampak pula terhadap laki – laki.
Bentuk-bentuk
ketidakadilan akibat diskriminasi gender adalah sebagai berikut:
1. Marginalisasi
wanita. Istilah ini menggambarkan rendahnya status, akses dan pengguasaan
seseorang terhadap sumber daya ekonomi dan politik dalam pengambilan keputusan
. berbagai pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan wanita, misalnya guru
taman kanak-kanak atau sekretaris, dinilai lebih rendah dibandingkan pekerjaan
pria dan sering berpengaruh terhadap perbedaan gaji antara kedua jenis
pekerjaan tersebut.
2. Subordinasi.
Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin
dianggap lebih penting dan lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Pandangan bahwa wanita mempunyai kedudukan dan peran lebih rendah dibandingkan
dengan pria telah tercipta sejak dahulu. Berbagai tradisi, tafsir keagamaan,
maupun aturan birokrasi menempatkan wanita sebagai subordinasi kaum pria yang
menyebabkan keterbatasan ruang gerak wanita diberbagai kehidupan. Misalnya
seorang istri yang akan melanjutkan pendidikan harus meminta izin dari
suaminya, sebaliknya seorang suami yang akan melanjutkan pendidikan tidak perlu
meminta izi dari istrinya.
3. Pandangan
stereotip. Pandangan stereotip asdalah citra baku tentang individu atau
kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan
negatif (seterotip) secara umum
melahirkan ketidakadilan gender. Salah satu stereotip yang berkembang
berdasarkan pengertian gender, yaitu jenis kelamin wanita mengakibatkan
terjadinya diskriminasidan berbagai ketidakadilan. Sebagai contoh, pandangan
terhadap wanita yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang
berkaitan dengan kerumahtanggaan. Stereotip ini tidak hanya terjadi di dalam
rumah tangga, tetapi juga ditempat kerja dan masyarakat, bahkan tingkat
pemerintah dan negara.
4. Kekerasan.
Kekerasan berarti suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologis seseorang. Kekerasan fisik dapat berupa perko9saan, pemukulan dan
penyikasaan. Kekerasan non fisik, yaitu pelecehan seksual yang menyebabkan
gangguan emosional. Pelaku kekerasan mungkin saja individu di dalam rumah
tangga, tempat umu, atau dimasyarakat.
5. Beban
kerja. Bentuk lain diskriminasi atau ketidakadilan gender, yaotu beban kerja
yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kelamin tertentu. Berbagai observasi
menunjukkan bahwa hampir 90% pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh wanita dan
beberapa wanita mengerjakan hal tersebut sambil bekerja mencari uang. Hal ini
menyebabkan wanita harus melakukan pekerjaan rumah sambil bekerja.
D. Masalah
gender
Ketimpangan
gender merupakan kendala dalam pencapaian kesamaan kedudukan pria dan wanita
sebagai mitra sejajar. Permasalahan gender dibidang poleksosbud dapat
digambarkan sebagai beriktu:
1. Bidang
politik. Masih sedikit sekali wanita indonesia memegang jabatan tinggi untuk
menetukan kebijakan dan pengambiloan keputusan yang kurang memperhatikan kepentingan
dan aspirasi wanita.
2. Bidang
ekonomi. Beberapa faktor ekonomi merupakan konteks situasi wanita yang perlu
diperhatikan dalam pembangunan berwawasan kemitrasejajaran. Dalam kondisi
ekonomi yang sulit, umumnya wanita mempunyai peranan yang besar dalam mempertahankan
kehidupan keluarga. Kondisi ekonomi di pedesaan kebanyakan masih kurang
menguntungkan bagi perkembangan potensi penduduknya.
3. Bidang
sosial budaya. Faktor sosial sangat penting karena mempengaruhi status dan
perana wanita. Sosial-budaya dapat menjadi faktor pendukung ataupu penghambat
terhadap kemajuan wanita. Krisis ekonomi yang tejadi pada tahun 1998
,emyebabkan penurunan secara signifikan dalam hal kemampuan orang tua
menyekolahkan anaknya. Dalam hal ini, orang tua lebih memilih anak pria yang
akan melanjutkan pendidikan.
Pembagian
tugas ataupun peran antara wanita dan pria tidaklah sulit, selama pembagian
peran dan tugas tersebut baik, seimbang dan tidak menjadikan gender sebagai
masalah. Permasalahan yang berhubungan dengan gender akan timbul jika
kondisi-kondisi beriktu:
1.
Wanita tidak berkembang dan hanya diberi
peran dalam urusn rumah tangga saja. Selain itu, mereka tidak diberi kesempatan
atau peluang pada peran yang produktif.
2.
Anak-anak wanita tidak mendapatkan
pendidikan yang lebih tinggi/sama dengan pria karena berbagai alasan.
3.
Wanita menjadi bergantungh pada nafkah
suami sehingga tidak memiliki keterampilan dan pengalaman yang sebanding dengan
pria.
4.
Dalam keluarga miskin, wanita melakukan
pekerjaan ganda,yaitu mmengurusi pekerjaan rumah dan mencari nafkah dengan
keterampilan dan pengetahuan yang terbatas.
5.
Potensi dan bakat yang dimiliki wanita
kurang diakomodasi.
E. Akibat
Diskriminasi Gender
Berbagai bentuk diskriminasi merupakan hambatan
untuk tercapainya keadilan dan kesetaraan gender atau kemitrasejajaran yang
harmonis antara perempuan dan laki-laki, karena dapat menimbulkan:
1. Konflik
2. stres pada salah satu
pihak
3. relasi
gender yang kurang harmonis
4. Diskriminasi
Gender Menurunkan Kesejahteraan dan Menghambat Pembangunan.
Ketidaksetaraan gender merugikan bagi kesehatan dan kesejahteraan
laki-laki, perempuan, serta anak-anak, dan memiliki dampak terhadap kemampuan
mereka meningkatkan taraf kehidupan. Selain itu, ketidaksetaraan gender juga
mengurangi nproduktifitas peternakan dan wirausaha, sehingga mengurangi prospek
mengentaskan kemiskinan dan jaminan kemajuan ekonomi. Terakhir, ketidaksetaraan
gender dapat melemahkan pemerintahan suatu negaradan dengan demikian berakibat
pada buruknya efektifitas kebijakan pembangunannya.
a. Kesejahteraan
Hal
yang paling merugikan dari ketidaksetaraan gender adalah menurunnya kualitas
kehidupan. Sulit untuk mengidentifikasi dan mengukur seluruh kerugian ini-namun
banyak bukti dari banyak Negara di dunia yang menunjukkan bahwa masyarakat
dengan ketidaksetaraan gender mengalami banyak persoalan kemiskinan, kekurangan
gizi, berbagai penyakit, dan banyak kerugian lainnya.
1) Cina,
Korea dan Asia Selatan memiliki angka kematian perempuan di atas normal.
Mengapa demikian? Norma-norma sosial yang mengistimewakan anak laki-laki,
ditambah kebijakan satu-anak di Cina, telah mendorong angka kematian anak
perempuan menjadi lebih besar daripada laki-laki Beberapa prediksi
mengindikasikan bahwa jumlah perempuan yang hidup saat ini seharusnya 60-100
juta lebih banyak bila tidak ada diskriminasi gender. Tingkat buta huruf dan keterbatasan jenjang
pendidikan ibu secara langsung merugikan anak-anak. Jenjang pendidikan yang
rendah berakibat pada kualitas perawatan anak yang buruk dan juga angka
kematian bayi dan kurang gizi yang lebih tinggi. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seorang ibu, semakin besar kemungkinannya menyesuaikan diri dengan standar
kesehatannya.
2) Ketidaksetaraan
gender dalam jenjang pendidikan dan pekerjaan diperkotaan mempercepat
penyebaran HIV (gambar 5). Epidemi AIDS akan menyebar cepat dalam waktu
mendatang, sehingga satu dari empat perempuan dan satu dari lima laki-laki akan
terinfeksi HIV. Kasus ini sendiri sudah terjadi di beberapa negara di
Sub-Sahara Afrika.
3) Sementara
perempuan dan anak perempuan, khususnya yang miskin, mengalami diskriminasi
berdasarkan gender, ketidaksetaraan gender juga membebani laki-laki. Selama transisi
ekonomi di Eropa Timur, laki-laki telah mengalami penurunan tingkat harapan
hidup dalam tahun-tahun belakangan ini. Kenaikan rata-rata jumlah kematian
laki-laki-paling banyak terjadi di masa damai- berhubungan dengan peningkatan
stres dan kegelisahan yang disebabkan banyaknya pengangguran di antara kaum
laki-laki.
b. Produktifitas
dan Pertumbuhan Ekonomi
Beban
pada kehidupan manusia adalah beban pembangunan karena meningkatkan kualitas
hidup masyarakat adalah tujuan akhir pembangunan. Ketidaksetaraan gender
memberikan beban pula pada produktivitas, efisiensi, dan kemajuan ekonomi.
Dengan menahan akumulasi sumber daya manusia di rumah dan di pasar tenaga
kerja, serta dengan sistematis mengecualikan perempuan atau laki-laki dari
akses ke sumber daya, jasa publik, atau aktifitas produktif, maka diskriminasi
gender mengurangi kapasitas suatu perekonomian untuk tumbuh serta mengurangi
kapasitas suatu perekonomian untuk tumbuh serta mengurangi kapasitas
untukmeningkatkan standar kehidupan untukmeningkatkan standar kehidupan.
1) Hilangnya
pendapatan disebabkan oleh ketidakefisienan
dalam alokasi sumber daya produktif antara laki-laki dan perempuan di dalam
rumahtangga. Dalam rumahtangga di Burkina Faso, Kamerun, dan Kenya,
pengendalian yang lebih setara atas sumbangan tenaga dan pendapatan di suatu
peternakan antara perempuan dan laki-laki dapat meningkatkan hasil peternakan
sampai sebanyak seperlima dari penghasilan sekarang.
2) Investasi
yang rendah untuk pendidikan perempuan juga menurunkan tingkat pendapatan suatu
negara. Sebuah penelitian memperkirakan jika negara-negara di Asia Selatan,
Sub-Sahara Afrika, Timur Tengah, dan Afrika Utara telah mulai mengatasi
kesenjangan gender dalam bidang pendidikan seperti yang telah dilakukan di Asia
Timur tahun 1960 dan menurunkan kesenjangan sampai ke tingkat yang telah dicapai
Asia Timur dari tahun 1960 hingga 1992, maka pendapatan per kapita mereka
seharusnya dapat tumbuh lebih cepat 0,5 sampai dengan 0,9 persen setiap
tahun-peningkatan yang substansial terhadap rata-rata pertumbuhan actual.
F. Cara
Mengatasi Diskriminasi Gender
Beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi diskriminasi gender adalah sebagai
berikut.
1.
Planning
Tujuan utama dari segala kegiatan yang akan
dilaksanakan adalah membagi peran manusia dengan kemampuan pribadinya. Sasaran
utama yang akan dicapai adalah terjadinya perubahan sosial-budaya melalui
lembaga/organisasi.
2. Organizing/Directing
Diupayakan
hilangnya pembagian tugas dan wewenang berdasarkan jenis kelamin. kotak
stereotip dibongkar melalui peningkatan keterampilan hubungan antarmanusia
dalam organisasi. Relasi pembagian kerja berwawasan gender (sadar gender).
3. Amati dan pelajari organisasi perempuan serta
peran kepemimpinan mereka dan tingkatkan kemampuan mereka memimpin.
4. Amati
cara-cara perempuan menentukan kebutuhan dalam pertemuan-pertemuan mereka.
Bedakan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis. Tingkatkan pertemuan mereka
dalam menentukan kebutuhan strategis.
5. Temukan peran produktif perempuan (ini
merupakan kekuatan) yang dapat mengubah situasi.
6. Cari
cara untuk mengubah posisi dan peranan perempuan dan usahakan peningkatan
posisi mereka.
7. Cari
faktor-faktor penyebab yang membuat perempuan kurang mempunyai akses dalam
masyarakat, baik dilihat dari aspek sosial, ekonomi, politik.
8. Identifikasi
kebutuhan khusus perempuan, seperti perlindungan dari tindak kekerasan,
pemekorsaan/pelecehan.
9. Catat
semua hak perempuan sebagai pribadi serta tingkatkan pendidikan perempuan muda
tentang hal-hal yang berhubungan dengan menstruasi dan kehamilan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan mengetahui dan
memahami pengertian gender dan seks, seseorang diharapkan tidak lagi
mencampuradukkan pengertian kodrat (ciptaan Tuhan) dan non-kodrati (buatan
masyarakat yang bisa
berubah sepanjang jaman). Konstruksi sosial dapat terjadi karena pada dasarnya
sikap dan perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal,
yaitu konstruksi biologis, konstruksi sosial, dan konstruksi agama.
Pemahaman tentang
perbedaan seks dan gender sangat penting karena keduanya merupakan kunci untuk
tidak terjadinya kesalahan analisis, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat yang seringkali menimbulkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan
gender dapat dihilangkan apabila masyarakat memahami dan mawas diri serta
bertekad mengubah perilaku ke arah yang responsif gender dalam setiap kegiatan.
Dengan demikian, perlu
adanya kesepakatan dalam hal pembagian peran, sehingga laki-laki dan perempuan
dapat menjadi mitra yang setara dan seimbang dalam kehidupan di keluarga,
masyarakat dan pemerintahan.
B. Saran
Sebagai mahasiswa dan calon tenaga medis
kita
mampu menerapkan tentang teori dan konsep dari gender, agar tidak akan terjadi
diskriminasi gender didalam kehidupan keluarga, masyarakat dan pemerintahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Noorkasiani.(2009). Sosiologi Keperawatan. Jakarta:EGC.
Sihite,
Romany.(2007). Perempuan, Kesetaraan,
Keadilan Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta: Raja Grafinda Persada
Sudarma, Momon.(2008). Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta:
Salemba